![]() |
Sebagian warga Suku Polahi - "Kalau mau kawin, Baba Manio membawa mereka ke sungai. Disiram dengan air sungai lalu dibacakan mantra. Sudah, cuma itu syaratnya," ujar Mama Tanio dengan polosnya |
Bagi masyarakat umum, kawin dengan saudara kandung merupakan sebuah
pantangan, dan bahkan tidak bisa ditoleransi. Namun, hal itu tidak
berlaku bagi suku Polahi di pedalaman Gorontalo. Mereka hingga saat ini
justru hanya kawin dengan sesama saudara mereka.
"Tidak ada pilihan lain. Kalau di kampung banyak orang, di sini hanya
kami. Jadi kawin saja dengan saudara," ujar Mama Tanio, salah satu
perempuan Suku Polahi yang ditemui di Hutan Humohulo, Pegunungan
Boliyohuto, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo, minggu lalu.
Suku Polahi merupakan suku yang masih hidup di pedalaman hutan Gorontalo
dengan beberapa kebiasaan yang primitif. Mereka tidak mengenal agama
dan pendidikan, serta cenderung tidak mau hidup bersosialisasi dengan
warga lainnya.
Walau beberapa keluarga Polahi sudah mulai membangun tempat tinggal
tetap, tetapi kebiasaan nomaden mereka masih ada. Polahi akan berpindah
tempat, jika salah satu dari keluarga mereka meninggal.
Nah, salah satu kebiasaan yang hingga sekarang masih terus
dipertahankan oleh suku Polahi adalah kawin dengan keluarga sendiri yang
masih satu darah. Hal biasa bagi mereka ketika seorang ayah mengawini
anak perempuannya sendiri, begitu juga seorang anak laki-laki kawin
dengan ibunya.
Kondisi ini diakui oleh satu keluarga Polahi yang ditemui di hutan
Humohulo. Kepala sukunya, Baba Manio, meninggal dunia sebulan lalu. Baba
Manio beristri dua, Mama Tanio dan Hasimah. Dari perkawinan dengan Mama
Tanio, lahir Babuta dan Laiya.
Babuta yang kini mewarisi kepemimpinan Baba Manio memperistri adiknya
sendiri, hasil perkawinan Baba Manio dengan Hasimah. Hasimah sendiri
merupakan saudara dari Baba Manio. Kelak anak-anak Babuta dan Laiya akan
saling kawin juga.
"Kalau mau kawin, Baba Manio membawa mereka ke sungai. Disiram dengan air sungai lalu dibacakan mantra. Sudah, cuma itu syaratnya," ujar Mama Tanio dengan polosnya.
Keterisolasian mereka di hutan dan ketidaktahuan mereka terhadap etika sosial dan agama membuat suku Polahi tidak mengerti bahwa inses dilarang. Bagi mereka, kawin dengan sesama saudara kandung adalah salah satu cara untuk mempertahankan keturunan Polahi. "Yang mengherankan, tidak ada dari turunan mereka yang cacat sebagaimana akibat dari perkawinan satu darah pada umumnya," ujar Ebbi Vebri Adrian, seorang juru foto travel yang ikut menyambangi suku Polahi.
"Kalau mau kawin, Baba Manio membawa mereka ke sungai. Disiram dengan air sungai lalu dibacakan mantra. Sudah, cuma itu syaratnya," ujar Mama Tanio dengan polosnya.
Keterisolasian mereka di hutan dan ketidaktahuan mereka terhadap etika sosial dan agama membuat suku Polahi tidak mengerti bahwa inses dilarang. Bagi mereka, kawin dengan sesama saudara kandung adalah salah satu cara untuk mempertahankan keturunan Polahi. "Yang mengherankan, tidak ada dari turunan mereka yang cacat sebagaimana akibat dari perkawinan satu darah pada umumnya," ujar Ebbi Vebri Adrian, seorang juru foto travel yang ikut menyambangi suku Polahi.
Memang belum ada penelitian yang bisa mengungkapkan akibat dari
perkawinan satu darah yang terjadi selama ini di Suku Polahi. Namun,
dibandingkan dengan suku-suku pedalaman lainnya di Indonesia, mungkin
hanya Polahi yang mempunyai kebiasaan primitif tersebut. Sebuah ironi
yang masih saja terjadi di belahan bumi Indonesia ini.
sumber : tribun