Bangke Matah Dikubur dan Ditinggal di Setra Hidup-hidup - Dreaming Post
Online Media Realiable // Layak dibaca dan perlu!!
Home » , , , » Bangke Matah Dikubur dan Ditinggal di Setra Hidup-hidup

Bangke Matah Dikubur dan Ditinggal di Setra Hidup-hidup

Written By Dre@ming Post on Kamis, 13 Oktober 2016 | 07.59

Suasana persiapan ritual Calonarang “Watangan Mependem” di Banjar Adat Getakan, Banjarangkan, Klungkung, Selasa (11/10/2015).
SEMARAPURA - Sejumlah warga tampak sibuk ngayah membuat tragtag atau anak tangga, yang dibuat dari rangkaian bambu setinggi 11 meter di Bale Banjar Desa Getakan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Selasa (11/10/2016).

Tragtag tersebut nantinya digunakan saat pementasan Calonarang "Watangan Mapendem" pada Wraspati Umanis Pahang, Kamis (13/10/2016.

Tidak seperti hari biasanya, ruas jalan di perempatan Desa Getakan atau tepatnya di depan Kantor Desa Getakan mulai ditutup.

Beberapa warga berpakaian adat, tampak sibuk ngayah untuk menyiapkan berbagai sarana upakara dan menyiapkan tempat pementasan pertunjukan Calonarang.

Pementasan Calonarang di Banjar Adat Getakan rutin dilaksanakan setiap tahunnya sejak 11 tahun yang lalu, serangkaian upacara memasar dan memungel di banjar setempat.

Namun, pementasan Calonarang di Banjar Adat Getakan tahun ini agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Tahun ini watangan atau yang dikenal dengan istilah bangke matah akan dikubur dan ditinggal di setra selayaknya layon atau orang yang telah benar-benar meninggal.

“Prosesi watangan yang dikubur saat pementasan Calonarang ini, baru pertama kali kita lakukan di Banjar Adat Getakan. Ini berdasarkan pawisik yang kita terima, jika saat pementaan Calonarang yang ke-11 kalinya, Ida Betara Ratu Mas Klungkung memberi pawisik melalui cara niskala agar watangan harus dipendem atau dikubur. Pawisik itu selalu disebutkan oleh Ida Betara Ratu Mas Klungkung ketika mesolah atau menari saat pertunjukan Calonarang di Banjar Getakan setiap tahunnya. Tahun ini tepat yang ke-11,” jelas Bendesa Adat Desa Pakraman Getakan sekaligus Kelihan Banjar Adat Getakan, I Made Sucana, ketika ditemui di sela-sela persiapan prosesi sakral tersebut, Selasa (11/10/2016).

Sucana mengakui ada kekhawatiran dari dirinya maupun krama Banjar Adat Getakan menjelang pelaksanaan pertunjukan Calonarang ke-11 kalinya tersebut.

Kekhawatiran itu bermula sejak 11 tahun silam atau sejak tahun 2015.

Ketika itu, untuk kali pertama krama Banjar Getakan menggelar Calonarang dengan watangan atau bangke matah yang diperankan oleh Dewa Aji Tapakan (55), yang juga merupakan krama Banjar Getakan.

“Tidak terasa tahun ini merupakan tahun ke-11 pelaksanaan tradisi tersebut. Saya pribadi dan krama banjar Getakan khawatir jika prosesi ini tetap dilakukan. Tapi dengan berbagai pertimbangan dan atas dasar kepercayaan kita akan pawisik Ida Sesuhunan, krama Banjar Adat Getakan sepakat untuk melaksanakan pentas Calonarang dengan watangan dipendem atau dikubur,” ungkap Sucana.

Sejak seusai rahina Galungan pada September lalu, Sucana dan krama Banjar Getakan aktif berkoordinasi dengan pihak-pihak tertentu.

Melalui kegiatan mahasiswa KKN Unud, pihak krama Banjar Adat Getakan sempat dipertemukan dengan pihak Kejati Bali.

Ketika itulah, Sucana berkoordinasi dan meminta solusi kepada Kejati Bali, terkait pelaksanaan pertunjukan Calonarang dengan rencana pelaksanaan watangan dipendem atau dikubur .

“Yang namanya watangan dikubur secara logika dan secara sekala tidak masuk akal. Karena yang menjadi watangan ini statusnya masih hidup dan ia harus dikubur. Tentu ini sangat berisiko. Ketika pelaksanaan ritual tersebut, sedikit tidaknya watangan ini butuh oksigen. Kita di Bali punya hukum adat berdasarkan tradisi dan spiritual harus selaras dengan hukum positif nasional. Jika tidak ada koordinasi formal dan administrasi, kita bisa dituntut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap pihak yang menjadi watangan saat pementasan Calonarang tersebut. Jadi kita lakukan koordinasi, walau secara formal mereka (kejati maupun pihak Polsek Banjarangkan) melarang, dan tidak berani memberi izin,” jelas Sucana.

Melalui pembicaraan dan diskusi yang alot, dan melakukan beberapa kali pertemuan yang melibatkan pihak krama Banjar Getakan, dan Polsek Banjarangkan, disepakati jika Banjar Adat Getakan tetap akan melaksanakan ritual pertunjukan Calonarang dengan watangan atau bangke matah dipendam atau dikubur yang akan diperankan oleh Dewa Aji Tapakan.

Dengan catatan, pihak Banjar Adat Getakan harus membuat surat pernyataan dengan pihak Dewa Aji Tapakan beserta istrinya, Desak Tapakan.

Intinya pada surat pernyataan tersebut, disebutkan tidak akan keberatan dan tidak akan menuntut jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat pelaksanaan ritual Calonarang.

Selain itu, untuk keluarga besar Dewa Aji Tapakan juga dibuatkan surat perjanjian atas nama keluarga besar yang ditandatangani oleh prajuru semeton.

“Yang bersangkutan dan istrinya telah melakukan cap jempol surat pernyataan tersebut. Jika pun ada hal yang tidak diinginkan terhadap watangan yang dikubur tersebut, contohnya seda (meninggal), kita dari banjar adat akan bertanggung jawab. Mulai dari prosesi kematian sampai pelebon, semua prosesi dan biayanya akan ditanggung banjar adat Getakan. Setidaknya, dengan pihak Kapolsek Banjarangkan kita sudah lakukan pertemuan sebanyak empat kali untuk membahas hal ini,” jelasnya.

Kapolsek Banjarangkan, AKP Ni Luh Wirati ketika dikonfirmasi, kemarin, mengatakan hal serupa.

Pihaknya sudah menyarankan kepada Banjar Adat untuk membuat surat pernyataan dengan pihak yang akan ngayah menjadi watangan .

“Kita sudah beberapa kali lakukan pertemuan dengan pihak terkait, Karena sudah keputusan adat, kita tidak bisa melarang. Namun, kita sarankan untuk membuat pihak-pihak yang terlibat harus membuat surat pernyataan,” jelasnya ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Persiapan untuk pelaksanaan ritual ini pun telah dilakukan krama Banjar Adat Getakan sejak Kamis (29/9/2016) lalu.

Perempatan banjar Adat Getakan yang akan menjadi lokasi pertunjukan Calonarang sudah dihias sedemikan rupa.

Tragtag setinggi 11 meter sudah dibuat dan tampak kokoh berdiri.

Di salah satu pojok Bale Banjar Getakan, tampak peti yang akan digunakan sebagai tempat bersemayamnya bangke matah juga sudah selesai dibuat.

Peti tersebut cukup besar yakni memiliki ukuran lebar 1,15 meter, panjang 2 meter, dan tinggi 1,2 meter.

Rangkaian upacara memasar dan memungel di Banjar Adat Getakan dimulai Selasa (11/10/2016) dengan diawali prosesi nedunan Petapakan Ratu Mas Bukit Jati, Ratu Mas Dalem Lingsir, Ratu Mas Klungkung, dan Petapakan Barong Ket yang sebelumnya distanakan di Pura Dalem Desa Pakraman Getakan.

Setelah nedunang, langsung dilanjutkan prosesi ngider bhuana untuk selanjutnya petapakan tersebut distanakan di Bale Banjar Adat Getakan.

Prosesi tersebut dilanjutkan Rabu (12/10) sore, Buda Kliwon Pahang (Pegat Uwakan).

Sekitar pukul 16.00 Wita akan dilaksanakan memasar dan memunggel dengan menggunakan salah satu upakara menyamblik kucit butuhan (babi) dan dilakukan sembahyang bersama di perempatan Banjar Adat Getakan.

Ritual dilanjutkan Kamis (13/10/2016) pagi, dengan dilaksaakan upakara banten penganyar atau pesucian.

Sekitar pukul 16.00 Wita, Tapakan Ratu Mas Bukit Jati, Ratu Mas Dalem Lingsir, Ratu Mas Klungkung, dan Petapakan Barong Ket kembali diusung untuk bawa ke setra atau kuburan setempat.

Saat itulah, krama Banjar Getakan membuat liang kubur untuk mengubur bangke matah.

Prosesi mengubur bangke matah ini akan dilakukan saat pertunjukan Calonarang di malam harinya tepat pukul 00.00 Wita.

Setelah dikubur, watangan harus ditinggal dalam kondisi terkubur.

Atau masyarakat paling tidak berada minimal 200 meter dari setra.

Sekitar pukul 04.00 Wita, Ida Betara Ratu Mas Klungkung yang sedang mesolah akan datang ke setra untuk membangkitkan bangke matah dari liang kuburnya.




sumber : tribun
Share this article :

Visitors Today

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Dreaming Post - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Sorga 'n Neraka