Kota Amirli yang berpenduduk 15.000 dan dihuni etnis Turkmen Syiah dikepung ISIS dari semua arah sejak pertengahan Juni lalu. |
Bahdad - Di saat Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menyapu wilayah utara Irak pada Juni lalu, ratusan ribu orang memilih meninggalkan kampung halamannya menghindari kebrutalan ISIS.
Namun, warga etnis minoritas Turkmen pemeluk Syiah yang tinggal di kota Amirli memilih tetap tinggal di kota mereka dan menghadapi pasukan ISIS yang mengepung kota itu.
Warga kota yang sebagian besar adalah petani gandum itu mengangkat senjata, menggali parit-parit dan menempatkan orang-orang bersenjata di atap-atap rumah. Luar biasanya, sejauh ini mereka berhasil membuat ISIS tetap berada di luar kota berpenduduk 15.000 orang itu.
Namun, sejumlah penduduk kota mengatakan mereka mulai kehabisan makanan dan air bersih meski angkatan darat Irak memasok bantuan dari udara. Dan setelah lebih dari enam pekan bertahan dalam kepungan, warga kota Amirli tak tahu berapa lama lagi mereka akan bertahan.
"Kami mengerahkan semua upaya kami, semua kekuatan kami untuk melindungi kota ini dan melindungi rumah kami. Tak ada solusi lain. Jika kami harus mati, maka kami akan menerima," kata Nihad al-Bayati, seorang insinyur perminyakan yang kini bertempur melawan ISIS di pinggiran kota Amarli.
Setiap tiga hari sekali Nihad pulang ke kota untuk menengok keluarganya. Dia harus melewati "jalan tikus" agar terhindar dari pengeboman dan sniper ISIS. Nihad juga harus mewaspadai pos-pos penjagaan ISIS yang mengawasi setiap gerak-gerik manusia.
Di dalam kota, keluarga besar Nihad yang terdiri atas 17 orang perempuan dan anak-anak, tinggal di dalam satu kamar. Tak ada listrik di tempat itu dan makanan serta minuman juga terbatas.
Di siang hari suhu di tempat itu sangat panas. Di malam hari, terkadang tembakan mortir ISIS menghujani kota membuat seluruh anggota keluarga Nihad tak bisa berbuat apa-apa selain berlindung di dalam rumah satu kamar itu.
Terkepung sejak Juni
Kota Amirli, terletak 170 kilometer sebelah utara Baghdad, dikepung ISIS sejak pertengahan Juni lalu. Pasukan Irak menerbangkan bantuan makanan, obat-obatan dan senjata. Namun, semua itu masih jauh dari cukup.
"Makanan yang kami peroleh hanya mencukupi kurang dari lima persen kebutuhan kami," kata Qassim Jawad Hussein, ayah lima anak yang tingga di kota Amirli.
Dia mengatakan pada Selasa lalu dua helikopter militer Irak mengantarkan 240 kotak kacang, beras, gula, saus tomat dan minyak goreng. Helikopter militer Irak juga mengevakuasi penduduk yang sakit dan terluka serta yang paling membutuhkan bantuan.
Jika kota Amirli akhirnya jatuh ke tangan ISIS, maka nasib paling buruk akan diterima warga kota. Sebab ISIS yang memproklamasikan Kekalifahan Islam memandang pemeluk Syiah adalah kaum kafir.
Kota Amirli sebenarnya tak asing dengan kekerasan yang dilakukan kelompok ekstremis. Pada 2007 sebuah truk yang mengangkut 4,5 ton bahan peledak yang ditutupi semangka meledak di pusat kota ini.
Akibatnya, puluhan rumah warga yang dibangun dari tanah liat hancur dan menewaskan 150 orang dalam insiden bom mobil yang paling mematikan di Irak. Serangan itu diduga dilakukan Al-Qaeda Irak, pendahulu ISIS.
Awal pekan ini, utusan khusus PBB untuk Irak Nickolay Mladenov menyerlukan aksi darurat untuk Amirli demi mencegah kemungkinan pembantaian warganya. Pemerintahan Obama mempertimbangkan untuk menggelar operasi kemanusiaan di Amirli. Demikian disampaikan tiga pejabat Kemenhan AS yang tak ingin disebutkan namanya.
Pasukan Irak yang loyak kepada pemerintah Baghdad juga tak tinggal diam. Mereka mencoba menembus blokade ISIS lewat arah Barat. Beberapa helikopter Apache digunakan untuk menyerang posisi ISIS namun pasukan darat Irak mendapat perlawanan sengit dari ISIS.
Selain itu, gerak maju pasukan Irak terus dihambat dengan berbagai jebakan dan bom pinggir jalan yang disiapkan para anggota ISIS.
"Amirli menjadi bukti perlawanan Syiah Irak. Kota ini menjadi satu-satunya komunitas non-Sunni terakhir yang masih melawan ISIS dan kota itu sepenuhnya dikepung," kata Michael Knights, pakar Irak dari Institut Washington yang beberapa kali berkunjung ke Amirli sebelum perang terjadi.
sumber : tribun