Ini Alasan IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri - Dreaming Post
Online Media Realiable // Layak dibaca dan perlu!!
Home » , , , , , » Ini Alasan IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri

Ini Alasan IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri

Written By Dre@ming Post on Minggu, 12 Juni 2016 | 14.20

Hal itu tercantum dalam UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.Pasal 39 tertulis bahwa praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Gbr Ist
JAKARTA - Penolakan dokter menjadi ekskutor kebiri kimia terhadap penjahat seksual terhadap anak oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengundang perhatian para petinggi negara.

Mereka meminta dokter patuh menjadi eksekutor hukuman kebiri ke predator seksual karena telah menjadi perintah UU.

Namun Wapres Jusuf Kalla punya terobosan, yakni menggunakan dokter yang tidak tergabung di IDI, yakni dokter kepolisian.

"Hak dialah (dokter), tapi kan ada juga dokter yang bukan IDI, dokter polisi, ya sudah pakai dokter polisi yang ditugaskan saja," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta Pusat, Jumat (10/6/2016).

"Itu kan hak, sanksi khusus, tidak semua orang dapat, pertimbangan hakim saja mana yang perlu, kan sudah diputuskan memang begitu, kalau memang hakim menentukan itu, iyalah," jelasnya.

Sementara Menkum dan HAM Yasonna H Laoly menganggap wajar penolakan IDI tersebut. Menkum menyebut pemerintah akan mempertimbangkan penunjukkan dokter di kepolisian atau kejaksaan sebagai eksekutor.

"Nanti kita cari jalan keluar dari peraturan teknis, dari peraturan dokternya bagaimana. Hukum kebiri itu hukuman tambahan bukan hukuman pokok tentu hakim tidak menerapkan itu kepada semua orang, dilihat sifat kejahatan, tingkat kesadisannya dan akan mengundang ahli sebelum mengambil putusan," kata Laoly, Jumat (10/6/2016).

Namun Laoly menegaskan, semua pihak harus menaati aturan Perppu No 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang tengah digodok DPR untuk disahkan menjadi UU.

Tidak ada alasan menolak perintah UU.

"UU ada lebih tinggi kan. Terserah hakim saja nanti menjatuhkan putusan ke kasus kejahatan seksual terhadap anak yang mengerikan. Pokoknya kita cari jalan keluarnya bisa dokter Polri atau Kejaksaan. Pastinya kalau perintah UU itu harus dilakukan," tegas dia.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir mengatakan, dokter dapat dituntut oleh keluarga pelaku kekerasan seksual bila menyetujui menjadi eksekutor kebiri kimiawi.

Karena itu, Muzakir memahami jika IDI menolak untuk menjadi eksekutor dalam hukuman kebiri.

"Kalau diguguat oleh keluarga terpidana, dokter dari sisi hukum bisa kalah," Muzakir, Jumat (10/6/2016).

Menurut Muzakir, dokter berada dalam kondisi dilematis.

Dari sisi hukum, pelaku kekerasan seksual adalah terpidana sehingga dokter dapat melakukan pengebirian.

Sisi lain, adanya kesepakatan antara dokter dan pasien yang melandasi tindakan dokter.

Hal itu tercantum dalam UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Pasal 39 tertulis bahwa praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan.

"Karena tak ada laporan orang sakit itu hukumannya kebiri. Kebiri dilakukan atas putusan pengadilan. Lain halnya dengan hukuman mati. Hukuman itu kan (dilakukan) jaksa," ucap dia.

Menurut Muzakir, penolakan yang diutarakan oleh IDI menjadi tanda bahwa pembuatan Perppu belum melakukan kajian matang dari berbagai analisis, seperti hukum dan kesehatan.

"Kesannya sampai hari ini belum dikaji secara komprehensif yang menyebabkan penolakan, sanksi kebiri itu ditolak banyak orang," ucap Muzakir.

Ketua DPR Ade Komarudin menegaskan, aturan UU tentang hukuman tambahan kebiri kimiawi terhadap penjahat seks anak harus dipatuhi.

"Itu kan perintah UU. Perppu kan pengganti UU, harus dipatuhi," kata Ade di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (10/6/2016).

Aturan soal hukuman tambahan berupa kebiri kimia itu ada di Perppu Perlindungan Anak yang diteken Presiden Joko Widodo.

Perppu itu lalu mendapat persetujuan DPR.

Ade belum memastikan apakah penolakan IDI ini akan menjadi suatu hal yang dipertimbangkan oleh DPR.

Tentunya harus ada penjelasan mengapa IDI menolak.

"Kalau soal itu menyetujui atau menolak, tanya ke pemegang suara. Kan saya 1 dari 560 anggota DPR. Saya ingin tahu juga alasannya apa," ujar politikus Golkar ini.

DPR hingga saat ini belum mulai membahas Perppu Perlundungan Anak tersebut.

Pemerintah belum mengirimkan surat presiden ke DPR.

"Belum dapat, sama sekali belum dapat," ucap Ade.

Dalam pernyataan persnya di kantor IDI, Jakpus, Kamis (9/6/2016), Ketum IDI Ilham Oetama Marsis membacakan sejumlah poin pernyataan sikap.

Poin pertama, IDI mendukung sepenuhnya keputusan pemerintah untuk menerbitkan Perppu tersebut termasuk adanya hukuman tambahan di dalamnya.

IDI setuju pelaku kekerasan seksual harus dihukum berat.

Namun pada poin kedua, IDI meminta agar dokter tidak dilibatkan sebagai eksekutor kebiri.

Padahal dalam Perppu disebutkan, eksekutor proses kebiri kimia adalah tim dokter.








sumber : tribun
Share this article :

Visitors Today

212,752
 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Dreaming Post - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Sorga 'n Neraka