![]() |
"Dulu kan adanya di Jakarta, di Bandung baru awal tahun. Sangat membantu ekonomi warga seperti saya. Persyaratannya juga gak ribet, tinggal kemauannya saja," tuturnya |
Kisah Pengojek Jadul Ingin Bergabung ke Ojek Aplikasi
Jakarta - Sejumlah pendaftar Grab Bike di Plaza Barat SUGBK, Senayan, tampak kebingungan dengan gawai yang dipegangnya. Wajar saja, sebagian besar dari mereka merupakan pengojek pangkalan yang tidak biasa menggunakan ponsel pintar jenis Android.
"Tadi, ada temen nanya, 'Ngerti, Pak?' Terus saya jawab, 'Nggak!'," ungkap Turadi (44), warga Grogol terkait kesan pertamanya menggunakan ponsel pintar.
Sebagai pengojek sejati, ini pertama kali bagi Turadi menggunakan ponsel pintar berjenis layar sentuh. Mengingat dirinya selama ini hanya menggunakan ponsel jadul yang hanya memiliki fitur telepon dan SMS.
"Nih handphone saya. Cuma bisa telepon dan SMS aja. Sejak awal saya ngojek, pas lulus SMEA, selalu pake hape yang kaya gini. Sekarang harus pake yang gesek-gesek (layar sentuh)," ungkap Turadi sambil memamerkan ponsel lamanya.
Pengojek yang sering mangkal di kawasan Jelambar, Grogol, Jakarta Barat (Jakbar) itu, beberapa kali berusaha menanyakan kepada rekannya terkait penggunaan ponsel layar sentuh.
"Orang sekarang maunya serba pakai aplikasi internet. Jadi, mau ngga mau kita harus ikut (perkembangan) teknologi," bebernya.
Meski demikian, ayah dua anak itu, berjanji akan belajar cara menggunakan ponsel sekaligus aplikasi yang terakses ke penumpang.
Senasib, teman-teman satu pangkalan Turadi, juga kebanyakan yang masih gagap teknologi (gaptek). Sepertinya dikatakan Asep (36), dirinya semula sempat tak berminat gabung pengelola ojek berbasis aplikasi.
"Kalau di pangkalan, dari sepuluh pengojek, paling cuma dua yang pakai handphone layar sentuh," timpalnya.
Saat teman-temannya secara berbarengan mendaftar Grab Bike, Asep pun terpaksa ikut mendaftar. "Kalau cuma satu dua yang daftar, mungkin saya belum tentu ikut (mendaftar). Tapi, ini semua ikut, jadi saya ikut suara terbanyak aja," bebernya seraya tertawa.
Sementara itu, pengojek asal Pisangan, Jakarta Timur, Hamdan (35), mengatakan jika hal tersebut memang menjadi kendala utama para pengojek konvensional. Namun, tidak ada sistem gugur dalam training aplikasi yang dilakukan pada tahap kedua dari registrasi keseluruhan pengojek tersebut.
"Untungnya ngga pakai sistem gugur. Kalau ada (sistem gugur), saya yakin banyak yang keluar dari tenda training aplikasi dengan muka tertunduk," kelakar Hamdan sambil menanti giliran mengambil helm dan jaket.
Pendaftaran ojek aplikasi
Seperti diketahui, sebanyak 2.500 calon pengojek Grab Bike, melakukan registrasi setelah mendaftar di kantor pusat sejak sebulan terakhir. Dari total jumlah tersebut, panitia membagi menjadi 10 sesi yang terbagi menjadi 250 orang per sesi.
Sebelum masuk ke tenda registrasi, motor para pengojek diperiksa terlebih dahulu. Mulai dari kelengkapan hingga kondisi mesin. Setelah itu, 10 petugas akan melayani masing-masing 25 orang untuk registrasi ulang sekaligus penyerahan smartphone.
Calon pengojek yang telah memegang ponsel akan dipersilakan ke lima tenda yang terdapat mentor untuk mengantarkan cara penggunaan aplikasi. Dari sebagian proses yang dilalui para calon pengojek, tahapan training aplikasi menjadi momen yang paling berkesan bagi mereka.
Kemudian, para calon pengojek akan diarahkan ke arena test drive sepesa motor. Lima Perwakilan dari tahap yang melakukan registrasi akan menjajakan dua jenis sepeda motor beda CC. Terakhir, para calon pengojek dipersilakan untuk ikut antrean pengambilan atribut, berupa dua helm dan dua jaket.
Go-Jek Berhasil Menyelamatkan Lilitan Utang Dede
BANDUNG - Genggaman tangan Dede Tri (35) tak lepas ponsel pintarnya. Beberapa kali pandangannya selalu tertunduk melihat layar ponsel. Tiap kali ada bunyi notifikasi, jemarinya langsung gesit memencet tombol "Accept" sebagai tanda menerima order.
Bapak dua anak ini baru empat bulan menjadi pengemudi Go-Jek. Sebelum masuk Go-Jek, dia bekerja sebagai marbut masjid dan berjualan makanan ringan. Penghasilannya pun kurang dari Rp 3 juta. Kini, pria asal Cikutra, Kota Bandung tersebut mampu meraup untung sekitar Rp 10 juta tiap bulan.
"Dulu saya terlilit utang, kerja pontang-panting tapi gak tertutup juga. Sekarang utang saya perlahan mulai menyusut, Go-Jek menyelamatkan kehidupan keluarga saya," kata Dede saat berbincang di sebuah warung kopi di kawasan utara Kota Bandung, Kamis (13/8/2015).
Awal Dede masuk Go-Jek bermula saat dia diajak salah seorang rekannya yang sudah menjadi supervisor PT Go-Jek cabang Bandung. Dede yang saat itu tengah kelimpungan mencari tambahan penghasilan, tanpa berpikir panjang langsung menerima tawaran tersebut.
"Saya sampai salat tahajud dan shalat duha ingin punya penghasilan Rp 10 juta, buat sekolah anak dan bayar utang. Alhamdulillah, sekarang terkabul," ungkap pria berkacamata tersebut.
Senyum Dede kini terus merekah. Betapa tidak, setiap hari Dede mampu setor kepada istrinya sebesar Rp 300.000.
"Dulu Rp 300.000 itu seminggu, sekarang bisa sehari. Istri senyum-senyum aja sekarang mah. Bayar iuran sekolah dulu selalu nunggak kadang sampai tiga bulan, sekarang bayar langsung tiga bulan," ucap Dede penuh bangga.
Terlepas dari banyaknya pertentangan, Dede menilai keberadaan Go-Jek banyak membantu perekonomian masyarakat. Dia menyebut, beberapa rekannya pun turut terbantu dengan ekspansi yang dilakukan PT Go-Jek di Kota Bandung.
"Dulu kan adanya di Jakarta, di Bandung baru awal tahun. Sangat membantu ekonomi warga seperti saya. Persyaratannya juga gak ribet, tinggal kemauannya saja," tuturnya.
Tak jauh berbeda dengan di daerah lain, keberadaan Go-Jek di Kota Bandung kerap ditentang sejumlah tukang ojek konvensional. Intimidasi kerap diterima para pengemudi Go-Jek. Sebab itu, para pengemudi Go-Jek di Bandung jarang yang menggunakan atribut jaket dan helm berwarna hijau.
"Mayoritas tidak pakai atribut, karena takut ada intimidasi. Padahal kita pengen banget pakai jaket itu, kelihatannya gagah. Tapi ya mau bagaimana lagi, kita juga mesti menghargai tukang ojek pangkalan. Kita saling menghargai sajalah," katanya.
sumber : kompas