JAKARTA - Dalam perspektif ketatanegaraan sebenarnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) berada dalam posisi yang sangat dilematis. Apakah mengambil keputusan akan tetap melantik Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Budi Gunawan atau tidak.
Pengamat Hukum Tata Negara dari SIGMA, M. Imam Nasef melihat keduanya sama-sama punya implikasi negatif.
Karena menurut Nasef, apabila Jokowi memutuskan tetap melantik Budi Gunawan, setidaknya punya dua implikasi negatif. Pertama, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi akan 'terjun bebas'.
"Hal itu terjadi karena publik terutama pendukungnya akan merasa dikhianti oleh janji-janji Jokowi terutama soal pemberantasan korupsi. Dalam sistem politik demokratis, tingkat kepercayaan publik yang rendah berpotensi melahirkan pemerintahan yang "illegitimate"," demikian analisa Pengamat Hukum Tata Negara ini kepada Tribunnews.com, Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Kedua, kata dia, berpotensi melahirkan perseteruan antar lembaga-lembaga negara khususnya KPK dan Polri. Karena, kalau Budi Gunawan benar-benar menjadi Kapolri, maka tensi ketegangan antar dua lembaga itu akan meningkat.
"Kalau sudah begitu, tugas utama masing-masing lembaga akan terabaikan, akibatnya rakyat yang akan merugi," paparnya.
Akan tetapi kalau Jokowi tidak melantik Budi Gunawan, jelas Nasef, juga setidaknya punya dua implikasi negatif. Pertama, Presiden akan dianggap melecehkan DPR. Karena bagaimanapun DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang secara konstitusional sejajar kedudukannya dengan lembaga kepresidenan.
Kedua, akan menjadi preseden buruk bagi mekanisme pengisian jabatan di sejumlah lembaga negara yang memerlukan persetujuan DPR.
Presiden di hari-hari mendatang, kata dia, bisa saja secara sewenang-wenang menolak orang-orang yang telah disetujui DPR untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu dengan tidak mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan calon yang bersangkutan. Kalau itu yang terjadi, maka Presiden berpotensi merusak tatanan konstitusionalisme yang telah didesain sedemikian rupa di dalam konstitusi.
Lebih lanjut menurut Nasef, posisi dilematis itu sebenarnya diciptakan sendiri oleh Presiden Jokowi. Andai saja Presiden Jokowi langsung menarik surat usulan pencalonan Budi Gunawan setelah penetapan tersangka oleh KPK dan sebelum DPR melakukan fit and proper test. Maka posisinya tidak akan serumit sekarang.
"Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur, Presiden harus tetap mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan itu Presiden harus menempatkan kepentingan rakyat yang lebih besar di atas kepentingan lainnya. Kebijaksanaan dan sikap kenegarawanan seorang Jokowi benar-benar diuji dalam kasus ini," cetusnya.
sumber : tribun