![]() |
Mobil ambulans yang membawa jenazah terpidana mati kasus narkoba satu-persatu keluar dari Nusakambangan |
‘Merinding’ Saat Berhadapan Dengan Regu Tembak, Tiga Terpidana Mati Ini Menyanyi!
CILACAP – Seorang pendeta, Rina Eklesia terlihat mengembangkan senyumnya saat melewati puluhan wartawan di depan Dermaga Wijaya Pura, Jumat (29/07/2016) sekitar pukul 04.00.
Saat itu proses eksekusi terhadap empat terpidana mati baru saja selesai.
Ia diketahui ikut mendampingi terpidana mati saat proses eksekusi.
Rina mendampingi tiga terpidana mati sebelum mereka dihadapkan regu tembak pada menit-menit terakhir.
“Saya peluk mereka satu per satu,” kata Rina, Jumat (29/07/2016).
Rina merupakan seorang pendeta yang sering memberikan bimbingan rohani kepada para terpidana di Nusakambangan, Cilacap, Jawa tengah, sejak tahun 2002.
Rina mengenal dekat tiga di antara empat terpidana mati yang dieksekusi tersebut.
Ketiganya yaitu Seck Osmane asal Senegal, Michael Titus Eighweh (Nigeria), dan Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria).
Menurut Rina, ketiga terpidana mati itu tidak sedih atau bahkan menangis ketika dihadapkan regu tembak yang akan membunuh mereka.
“Tidak ada raut kesedihan, apalagi menangis. Tidak, tidak, mereka tidak menangis. Mereka justru bernyanyi pada detik-detik terakhir sebelum ditembak. Mereka menyanyi dan memuji Tuhan,” ujarnya.
“Saya bersukacita karena bisa mendampingi mereka, saya pikir ketiganya punya iman yang luar biasa. Kalau berbicara kematian, saya kira itu satu keuntungan bagi mereka karena ketiganya kini bisa terbebas dari segala hal,” kata Rina.
Selama beberapa tahun belakangan ini, Rina setiap sebulan sekali memberikan pelayanan rohani kepada para terpidana diNusakambangan.
Meski demikian, Rina menempatkan diri bukan sebagai pendeta, tapi sebagai kakak dan ibu ketika bertemu kepada para terpidana.
"Selama belasan tahun di penjara, mereka berperilaku baik. Mereka selalu hadir setiap ada pelayanan rohani. Ketiganya merupakan tokoh gereja di dalam lapas,” ujarnya.
Rina menceritakan satu di antara terpidana mati yang dikenal dekat adalah Humprey Ejike (42) alias Doctor, asal Nigeria.
"Humprey itu tokoh gereja atau tamping gereja di lapas (lembaga pemasyarakatan). Ia menggerakkan pelayanan (rohani) dan menjadi teladan bagi (terpidana) yang lain," ujar Rina.
Rina mengaku bila sejumlah terdakwa menyampaikan beberapa pesan kepadanya jika nanti memang eksekusi mati telah berlangsung.
Meski demikian, Rina tidak bisa menyampaikan kepada media tentang pesan-pesan dari para terdakwa tersebut.
Menurut Rina, sebelum akhirnya di eksekusi mati , para terdakwa ini melewati hari-hari yang sulit saat berada di penjara karena mereka telah menyandang 'status' terpidana mati.
"Mereka sering berkata kepada saya, 'kami ini spesial. Mereka bilang, 'kesedihan apalagi yang melebihi kesedihan kami, ketakutan apalagi yang melebihi ketakutan kami," kata Rina.
"Terlepas dari masyarakat yang menghujat mereka, saya tetap mencintai jiwa-jiwa mereka. Siapa sih di dunia ini yang tidak pernah berbuat salah," kata Rina.
Tenda Roboh Ketika Freddy Akan Dieksekusi, 3 Terpidana Mati Malah Menyanyi di Hadapan Regu Tembak!
DENPASAR – Pemerintah Indonesia telah melaksanakan eksekusi mati jilid 3 terhadap empat gembong narkoba di Lapas Nusakambangan, Jumat (29/7/2016) dini hari.
Orang pertama yang dieksekusi yaitu, Freddy Budiman (Indonesia), diikuti Seck Osmane (Nigeria), kemudian Michael Titus Igweh (Nigeria), dan ditutup dengan Humpry Ejike alias Doctor (Nigeria).
Salah satu kuasa hukum terpidana mati yang hadir saat eksekusi itu mengatakan, sebelum eksekusi mati dilakukan pada Freddy Budiman, sejumlah tenda yang akan dipakai untuk eksekusi mendadak roboh.
Namun, eksekusi tetap dilakukan sekitar pukul 00.45 WIB.
Pendeta Rina Eklesia mengaku mendampingi ketiga terpidana mati asal Nigeria ketika akan dieksekusi mati.
“Saya peluk mereka satu per satu,” kata Rina, Jumat (29/07/2016).
Rina merupakan seorang pendeta yang sering memberikan bimbingan rohani kepada para terpidana di Nusakambangan, Cilacap, Jawa tengah, sejak tahun 2002.
Rina mengenal dekat tiga di antara empat terpidana mati yang dieksekusi tersebut.
Ketiganya yaitu Seck Osmane asal Senegal, Michael Titus Eighweh (Nigeria), dan Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria).
Menurut Rina, ketiga terpidana mati itu tidak sedih atau bahkan menangis ketika dihadapkan regu tembak yang akan membunuh mereka.
“Tidak ada raut kesedihan, apalagi menangis. Tidak, tidak, mereka tidak menangis. Mereka justru bernyanyi pada detik-detik terakhir sebelum ditembak. Mereka menyanyi dan memuji Tuhan,” ujarnya.
“Saya bersukacita karena bisa mendampingi mereka, saya pikir ketiganya punya iman yang luar biasa. Kalau berbicara kematian, saya kira itu satu keuntungan bagi mereka karena ketiganya kini bisa terbebas dari segala hal,” kata Rina.
Selama beberapa tahun belakangan ini, Rina setiap sebulan sekali memberikan pelayanan rohani kepada para terpidana diNusakambangan.
Meski demikian, Rina menempatkan diri bukan sebagai pendeta, tapi sebagai kakak dan ibu ketika bertemu kepada para terpidana.
"Selama belasan tahun di penjara, mereka berperilaku baik. Mereka selalu hadir setiap ada pelayanan rohani. Ketiganya merupakan tokoh gereja di dalam lapas,” ujarnya.
Rina menceritakan satu di antara terpidana mati yang dikenal dekat adalah Humprey Ejike (42) alias Doctor, asal Nigeria.
"Humprey itu tokoh gereja atau tamping gereja di lapas (lembaga pemasyarakatan). Ia menggerakkan pelayanan (rohani) dan menjadi teladan bagi (terpidana) yang lain," ujar Rina.
Rina mengaku bila sejumlah terdakwa menyampaikan beberapa pesan kepadanya jika nanti memang eksekusi mati telah berlangsung.
Meski demikian, Rina tidak bisa menyampaikan kepada media tentang pesan-pesan dari para terdakwa tersebut.
Menurut Rina, sebelum akhirnya di eksekusi mati , para terdakwa ini melewati hari-hari yang sulit saat berada di penjara karena mereka telah menyandang 'status' terpidana mati.
"Mereka sering berkata kepada saya, 'kami ini spesial. Mereka bilang, 'kesedihan apalagi yang melebihi kesedihan kami, ketakutan apalagi yang melebihi ketakutan kami," kata Rina.
"Terlepas dari masyarakat yang menghujat mereka, saya tetap mencintai jiwa-jiwa mereka. Siapa sih di dunia ini yang tidak pernah berbuat salah," kata Rina.
sumber : tribun