”Pemerintah mendukung kalau DPR sepakat bahwa
larangan kekerabatan dalam pilkada diperluas dalam satu provinsi.
Faktanya, hal seperti itu terjadi di banyak daerah,” kata Direktur
Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan
di Jakarta, Selasa (5/3).
Sebagian politik dinasti tampak pada
suksesi langsung. Suami, istri, anak, ayah, kakak, saudara ipar
diajukan menggantikan kepala daerah petahana. Namun, banyak pula
suksesi tidak langsung di daerah itu juga, tetapi di daerah lain dalam
satu provinsi.
Contoh paling menonjol adalah kekerabatan Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah. Dia adalah kakak kandung Wakil Bupati
Serang Ratu Tatu Chasanah, kakak tiri Wali Kota Serang Tb Haerul Jaman,
kakak ipar Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, dan anak
tiri Wakil Bupati Pandeglang Heryani.
Ichsan Yasin Limpo yang
kini Bupati Gowa adalah adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin
Limpo. Di Sulawesi Utara, ada Wakil Bupati Minahasa Ivan SJ Sarundajang
yang putra Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang. Wali Kota
Padang Sidempuan Andar Amin Harahap adalah anak Bupati Padang Lawas
Bachrum Harahap. Kendati Zulkifli Nurdin sudah tidak menjabat Gubernur
Jambi, putranya, Zumi Zola, kini jadi Bupati Tanjung Jabung Timur.
Politik
kekerabatan ini menunjukkan akar feodalisme dan tradisi monarki di
Indonesia belum sepenuhnya berubah. Bukan meritokrasi yang melandasi
pilkada, melainkan nepotisme dan kolusi yang berusaha dirobohkan dalam
Reformasi 1998.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pun menyetujui
usulan DPR bahwa larangan politik dinasti diperluas. ”Kalau DPR
sepakat, pemerintah setuju saja. Tapi, ini hanya untuk lingkup setiap
provinsi. Kalau lingkup nasional, diatur dalam perundang-undangan
lain,” tuturnya.
Akses kekuasaan
Ditambahkan,
larangan ini tidak melanggar hak asasi orang perorang untuk
mencalonkan diri dalam pilkada jika dihadapkan pada hak asasi orang
banyak. Politik dinasti mengesankan akses kekuasaan hanya ada pada
segelintir kalangan.
Sementara itu, anggota Panitia Kerja (Panja)
RUU Pilkada Komisi II DPR, A Malik Haramain, mengemukakan, pembatasan
kerabat kepala daerah itu baik untuk membangun politik yang adil.
Politikus PKB itu menjelaskan, esensi demokrasi adalah persaingan yang
adil.
Menurut pemimpin Panja RUU Pilkada Agun Gunanjar Sudarsa,
semua kluster materi dalam RUU Pilkada sudah dibahas. Saat ini,
pemerintah diminta menyusun ulang pandangan pemerintah serta
fraksi-fraksi.
Meski didasari niat baik, pakar hukum tata negara
Andi Irmanputra Sidin mengatakan, pengaturan politik dinasti rawan
digugat. Hak konstitusional warga negara tidak bisa dibatasi. Yang
mesti dilakukan negara adalah mencegah seseorang menyalahgunakan
kekuasaan untuk menguntungkan kerabatnya, bukan sekadar mencantumkan
larangan yang menghilangkan hak konstitusional warga negara.
sumber : kompas